Label:

contoh makalah SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH




 MAKALAH
SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH




















Diajukan untuk memenuhi tugas:
Mata kuliah  Al Islam dan Ke-Muhammadiyahan
  Disususn oleh       : Fajar Budiman   
                                                 NIM            : S09108001
        Program Study     : S1 Teknik Industri
Sekolah Tinggi Teknologi Muhammadiyah Kebumen
JL. Pahlawan 188 Mertokondo Kebumen Jawa Tengah
2011

KATA PENGANTAR

        Puji syukur atas kehadirat Alloh s.w.t. karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan yaitu Bapak Irfangi dan pihak-pihak lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan makalah ini.
       Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Al islam dan Kemuhammadiyahan. Di dalam penulisan ini, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan serta kekeliruan. Untuk itu, saya mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyusun laporan  ataupun tugas lain di masa yang akan datang.
       Akhirnya saya mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat, tidak hanya bagi saya, tetapi juga untuk rekan-rekan. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.







                                                                                                        Penulis

                                                                                  ii
DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB I     PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB II   A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH… 9
               B. PROSES BERDIRINYA MUHAMMADIYAH ……………….. 10
               C. TUJUAN DAN PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH……15
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………….21
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………….23
BAB V DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 24

                                                                               iii
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923)
Pendiri Muhammadiyah
       Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan bapak pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868, inilah yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.
       Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
       Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. Pertama, atas jasa-jasa Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.
1
Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, Kyai Haji Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat. Kedua, dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam. Keempat, dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan. Diasuh di lingkungan pesantren Muhammad Darwisy lahir dari keluarga ulama dan pelopor penyebaran dan pengembangan Islam di tanah air. Ayahnya, KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta, dan ibunya, Nyai Abu Bakar adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.
       Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara, lima saudaranya perempuan dan dua lelaki yakni ia sendiri dan adik bungsunya. Dalam silsilah, ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
       Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968).

2
       Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Pada usia 15 tahun (1883), ia sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia pun semakin intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam pembaharu itu sangat berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy.
       Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Al Hadist.
       Setelah lima tahun belajar di Makkah, pada tahun 1888, saat berusia 20 tahun, Darwisy kembali ke kampungnya. Ia pun berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Lalu, ia pun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta.
Pada tahun 1902, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, sekaligus dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah hingga tahun 1904.
       Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah, kemudian lebih dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Pasangan ini mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).
       
3
Di samping itu, Kyai Haji Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. Kyai Haji Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
       Mendirikan  Muhammadiyah semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
       Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits
       Dahlan sendiri sadar bahwa semaangat pembaharuannya tidak akan serta-merta dapat dipahami dan diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya. Tidak mudah melakukan pemharuan pada suatu sifat ortodoks yang sudah membeku. Maka, entah terkait atau tidak, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri. Bunyinya demikian: "Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka.
4
Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dalam artikel riwayat Ahmad Dahlan di situs resmi Parsyarikatan Muhammadiyah (muhammadiyah.or.id), pesan ini disebut menyiratkan sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.
       Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
       Dijelaskan dalam artikel itu, kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Perkumpulan, parsyarikatan dan gerakan dakwah: Muhammadiyah. Dahlan pun memilih strategi yang amat baik dengan lebih dahulu membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, sekaligus meneruskan cita-citanya memajukan bangsa ini. Apalagi ia berkesempatan mengakselerasi dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah itu dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta. Karena, ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah tersebut.

5
Tentu saja para calon pamongpraja tersebut dapat diharapkan mengaselerasi dan memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat.
Begitu pula para calon guru akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, kepada murid-muridnya. Guna mengintensifkannya, Dahlan pun mendirikan sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Di sekolah ini, Dahlan mengajarkan agama Islam dan menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
       Dahlan dikenal sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat. Dengan gagasan-gagasan cemerlang dan kegiatan kemasyarakatannya, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Termasuk dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad saw.
        Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam. Ia punya visi untu melakukan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
        Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.
       Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
6
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah.  
       Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka Kyai Haji Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.
       Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
       Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
        Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon.
7
Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus.
       Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.
       Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".
       Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum). Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Sebagai salah seorang keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta, ia mempunyai penghasilan cukup tinggi. Ia juga berkecimpung sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik. 

8
BAB II


A.Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
       Sejak awal, gerakan Muhammadiyah telah berkecimpung dalam bidang sosial, terutama pendidikan. Sekolah yang pertama didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan  pada tahun 1911 di Yogyakarta diselenggarakan dengan fasilitas yang amat sederhana.1 Sekolah kecil ini akhirnya menjadi titik awal munculnya organisasi secara formal pada tahun 1912 di bawah pimpinan Kyai Haji Ahmad Dahlan.
       Setelah resmi menjadi organisasi, Muhammadiyah terus berangsur-angsur mengembangkan sayapnya melalui berbagai aktifitas sosial. Mulai dari pendidikan, pelayanan masyarakat, kesehatan, dan lain-lain sehingga pada akhirnya aktifitas dalam bidang sosial ini dapat menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan soaial keagamaan yang memperoleh sukses besar.2
       Ditinjau dari aspek tertentu, berdirinya Muhammadiyah merupakan suatu kemunculan gerakan iman, ilmu, dan amal. Sebagai gerakan iman, Muhammadiyah dapat dilihat kepeloporannya dalam usaha mengembalikan paham agama kepada ajaran Tauhid murni tanpa dicampuri oleh unsur-unsur syirik, takhayul, dan khurafat.
        Dalam versi lain gerakan ini sering disebut “gerakan purifakasi”. Sedangkan indikasinya sebagai gerakan ilmu dapat dilihat pada komitmennya terhadap persoalan pendidikan, di samping keberaniannya mendobrak tradisi lama untuk membuka kembali pintu ijtihad yang telah dinyatakan tertutup sejak Abad Pertengahan. Semenjak itu , sebagai gerakan Amal, Muhammadiyah berhasil mengubah pola amal individu menjadi amalan kelompok dalam kehidupan masyarakat,terutama dapat dilihat dalam usaha menyantuni kaum dhu’afa, pelayanan kesehatan, dan lain-lain.
       Keberhasilan Muhammadiyah dalam gerakan sosial itu tidak dapat dilepaskan dari hal-hal yang menjadi dasar dan pedoman gerakan itu sendiri.

9
Sebagai organisasi religius, Muhammadiyah menjadikan agama sebagai azas gerakan untuk menciptakan tatanan sosial yang baru dengan warna keagamaan. Dalam konteks sosiologis, harapan Muhammadiyah itu dapat saja dibenarkan, oleh karena agama dalam perspektif sosial dapat dilestarikan oleh masyarakat serta memeliharanya di hadapan manusia,karena ia memberi nilai bagi manusia.4 Dengan demikian, gerakan sosial Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan paham keagamaannya secara intensif.
       Dalam bab ini akan diusahakan untuk menjelaskan pandangan filosofis dan dasar-dasar gerakan sosialnya serta amal usaha yang telah dilaksanakan sebagai konsekuensi implikatif dari paham keagamaannya.
       Lembaga-lembaga sosial yang terbentuk berdasarkan tatanan nilai tertentu di dalam masyarakat merupakan bagian-bagian yang saling memiliki ketergantungan satu sama lain. Dengan demikian, adanya perubahan pada salah satu bagian
( lembaga) , akan mempunyai dampak kepada yang lainnya.5

       Agama di samping mengandung nilai-nilai yang dapat menjadi dasar pembentukan lembaga sosial, ia juga mengatur tingkah laku yang bisa melembaga.Oleh karena itu, maka tidak diragukan lagi bahwa secara fungsional, agama akan memainkan peranan penting dalam pembentukan perilaku sosial. Namun dalam beberapa hal Muhammadiyah sanggup menawarkan solusi, baik secara filosofis maupun memberikan harapan bagi perbaikan pola tingkah laku dan taraf kehidupan sosial, maka dalam waktu yang relatif singkat gerakan ini dapat memperoleh simpati dalam berbagai kalangan. Sehingga kemudian dalam hal ini, Muhammadiyah telah mampu membentuk pola lembaga soaial baru dengan berdasarkan pada seperangkat tata nilai yang ditawarkannya, yang berbeda dari pola sebelumnya.
B. Proses Berdirinya  Muhammadiyah    
       Sebagai gerakan islam, tata nilai yang ditawarkan Muhammadiyah untuk merubah pola kehidupan sosial itu secara filosofis berdasarkan atas pemahamannya terhadap ajaran islam, yang disesuaikan dengan jiwa zamannya. Hal ini tentu tidak terlepas dari identitas gerakan ini,yaitu sebagai gerakan tajdid
(pembaruan).
10
Menurut Muhammadiyah, secara umum kehidupan sosial termasuk ke dalam bidang gerakannya, berkenaan dengan masalah Mu’amalah Duniawiyah. Dalam persoalan ini, Muhammadiyah berusaha mencurahkan kemampuan akal secara optimal dengan berdasarkan pada ruh ajaran islam untuk kemaslahatan kehidupan sosial. Jadi, perubahan sosial yang diharapkan oleh Muhammadiyah adalah berperannya nilai-nilai agama (al-islam) secara fungsional dalam segala segi kehidupan, sehingga tidak ada celah-celah kehidupan yang sunyi dari nilai-nilai ibadah.6     
       Untuk merealisasikan dasar pemikiran ini, Muhammadiyah menetapkan nilai-nilai dasar, baik yang berkenaan dengan aspek filosofis maupun yang berkenaan dengan aspek praktis (operasional). Nilai-nilai dasar yang berkenaan dengan aspek filosofis dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar, Kepribadian Muhammadiyah, Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Sedangkan yang menyangkut aspek praktis (operasional) dirumuskan dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.7
       Dalam realisasinya, nilai-nilai dasar tersebut akan dapat dilihat dalam identitas gerakan Muhammadiyah itu sendiri. Yaitu sebagai gerakan islam, dakwah dan tajdid
(pembaruan). Dengan demikian, maka Muhammadiyah dalam setiap gerakannya selalu terkandung tiga maksud, yaitu:
1.Sebagai pengamalan islam itu sendiri.
2.Sebagai ajakan (dakwah) kepada segenap umat manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran islam.
3.Sebagai evaluasi, koreksi dan interpretasi baru terhadap bebagai aktifitas pemikiran dan pengamalan yang pernah dilakukan.
       Sasaran utama gerakan dan amal usaha Muhammadiyah dalam kehidupan sosial itu adalah untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-sebenarnya di mana kesejahteraan, kebaikan, dan kebahagiaan tersebar luas secara merata.8 Untuk mencapai cita-cita itu, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya sebagaimana prinsip-prinsip yang tersimpul dalam Muqaddimah.


11
       Pertama, hidup berdasarkan Tauhid, ibadah dan taat kepada Alloh. Makna yang terkandung dalam prinsip ini adalah bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan sosial, segala pemikiran dan tindakan yang dimunculkannya harus merupakan gerakan ibadah yang berdasarkan Tauhid. Jika Tauhid berperan sebagai jiwa, maka ibadah merupakan wujud nyata dan bangunan yang berdiri di atas pola dasar Tauhid itu. Dari sinilah kelihatan munculnya perumusan-perumusan tentang ibadah dalam pemaham keagamaan Muhammadiyah.
       Dalam hal ini, ibadah dirumuskan dalam dua pengertian, yaitu ibadah dalam arti khusus (Ibadah Mahdhah) dan ibadah dalam arti umum (Ibadah Ghairu Mahdhah). Ibadah dalam arti khusus adalah segala amal ibadah yang perincian, tingkah laku dan tata caranya telah ditetapkan oleh Alloh. Jadi, baik secara prinsip maupun teknisnya telah ditetapkan dan diatur oleh Alloh, baik secara langsung maupun melalui Nabi Muhammad s.a.w. Sementara ibadah dalam pengertian umum adalah segala amal perbuatan yang diizinkan oleh Alloh, tanpa ditunjukkan teknis pelaksanaanya Dalam pengertian ibadah umum yang juga disebut Mu’amalah Duniawiyah itulah segala gerakan dan amal usaha Muhammadiyah memperoleh dasar-dasar filosofis secara luas.
       Kedua, hidup bermasyarakat. Hidup bermasyarakat merupakan Sunnatullah, sesuai hokum Qudrat dan Iradat-Nya bagi manusia.9 Dalam membangun masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Alloh s.w.t., tentu Muhammadiyah tidak mungkin dapat berkerja dengan sendirian. Oleh sebab itu, hal ini mesti diusahakan dengan menjalin kerjasama dengan kekuatan-kekuatan sosial lainnya, terutama sekali yang memiliki hubungan aspiratif dengan Muhammadiyah. Sebagai gerakan sosial, Muhammadiyah dalam setiap langkah gerakannya harus secara sadar menempatkan diri sebagai suatu potensi umat. Adapun dalam konteks nasional, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai unsur kekuatan bangsa. Sedangkan pada peringkat individu sebagai anggota Persyarikatan, dalam hal ini berarti apa yang dilakukan harus dalam kerangka hidup bermasyarakat. Keharusan dasar gerak dengan hidup bermasyarakat bagi Muhammadiyah juga didasari atas kondisi subjektif dan objektif organisasi itu sendiri.
12
Kondisi subjektifnya adalah bahwa organisasi tersebut muncul dari kekuatan masyarakat. Oleh sebab itu, Muhammadiyah harus bergerak dalam masyarakat yang sekaligus sebagai obyek  gerakannya.
       Ketiga, mematuhi dan menyakini ajaran islam sebagai satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Muhammadiyah berkeyakinan sepenuhnya bahwa hanya dengan ajaran islamlah kebaikan dan kebahagiaan bersama itu akan tercapai, baik di dunia maupun di akhirat. Agama islam mengandung ajaran yang sempurna dan penuh kebenaran, merupakan petunjuk dan rahmat Alloh kepada manusia untuk mendapatkan kebahagiaan hidup hakiki di dunia dan akhirat.
       Keempat, berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran islam. Muhammadiyah menjadikan perjuangannya untuk menjunjung tinggi, menyebarluaskan, dan mempertahankan agama islam sebagai dasar filosofis gerakannnya. Semangat perjuangan itu muncul karena adanya sejumlah perintah dan gambaran keutamaan berjuang di jalan Alloh.
       Berjuang di jalan Alloh memang selalu menjadi tuntunan sepanjang masa. Tuntunan itu muncul karena adanya dua faktor penting, yaitu :
a.       Faktor yang secara subyektif muncul dari diri seseorang yang beriman, meliputi:
1.      Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Alloh untuk berbuat ikhsan dan ishlah kepada manusia / masyarakat.
2.      Pahamnya akan islam dengan sebenar-benarnya, dengan keyakinan akan keutamaan dan tepatnya sebagai sendi untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia / masyarakat.
b.      Faktor kondisi obyektif umat. Secara jelas dalam Penjelasan Muqaddimah dinyatakan :
“Rusaknya masyarakat islam khususnya dan masyarakat umumnya, dikarenakan mininggalnya atau menyeleweng dari ajaran islam baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang memahami ajaran agama islam yang sebenarnya, atau karena adanya usaha dari luar yang sengaja ingin merusak dan mengalahkan islam.10
13
       Kelima, ittiba kepada langkah dan perjuangan Nabi s.a.w Muhammadiyah menjadikan Rasulullah s.a.w sebagai “ tauladan “ (uswah) perjuangan yang diikuti, sesuai dengan nama organisasi itu sendiri. Dalam berbuat sesuatu, tauladan itu, orang dapat memahami dan menghayati kenyataan sejarah atas norma-norma yang diyakini dan dijadikan pedoman hidupnya, bahkan ia akan mengikuti jejak-jejak mereka. Islam datang dengan ajaran yang lengkap, sekaligus Rasul sebagai tauladan pelaksanaan bagi umatnya. Perjuangan Rasul sebagai tauladan pelaksanaan bagi umatnya. Perjuangan Rasul dalam menegakkan agama penuh dengan kesungguhan, pengorbanan, rintangan, kesabaran, dan ketabahan, hanya semata-mata menuntut keridhaan Alloh.
       Hal seperti itulahyang mesti dihadapi oleh Muhammadiyah yang menamakan diri sebagai pengemban risalah Rasullullah. Semenjak kelahirannya, Muhammadiyah telah menghadapi banyak rintangan, baik yang datang dari kalangan umat islam sendiri, maupun dari kalangan non islam.11 Hanya dengan penuh kesabaran dan ketabahan dengan mengharapkan ridha Alloh serta semangat ittiba kepada Rasul-Nya, perjuangan Muhammadiyah telah banyak membuahkan hasil dan tetap berlanjut hingga sekarang.
       Keenam, keharusan beroganisasi. Organisasi merupakan fenomena modern bagi umat islam. Walaupun pada zaman Rasulullah belum terdapat tauladan untuk itu, namun kelihatannyanilai-nilainya sudah ada, seperti musyawarah untuk mufakat, tolong-menolong untuk berbuat baik dan taqwa. Penyiaran dan pengembangan agama islam tidak mungkin hanya dilaksanakan secara individual. Oleh sebab itu kehadiran suatu organisasi merupakan alternatifyang baik. Dengan memandang karena nilai-nilai positif dari organisasi itu, serta dengan dijiwai oleh firman Alloh Surat Ali Imron104, maka Muhammadiyah menjadikan organisasi sebagai satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya. Ketegasan Muhammadiyah untuk menjadikan organisasi sebagai satu-satunya alat, berdasarkan pula atas pemikiran tidak akan tegaknya amal baik yang wajib dilakukan tanpak organisasi, mendorong Muhammadiyah ber-ijtihad  dengan menetapkan bahwa organisasi untuk melakukan kewajiban (perintah agama) adalah wajib.
14
Pemikiran ini berdasarkan kaidah Ushul Fiqih, yaitu:’ Ma ala yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib” (sesuatu kewajiban tidak diselesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu hukumnya wajib).12
       Pemahaman Muhammadiyah tentang perintah pembentukan “ummah” dalam surat Ali Imron 104 itu adalah bahwa “ummah” berarti satu golongan atau kelompok yang memiliki satu kesamaan kondisi, maksud, dan tujuan. Maksudnya mereka mesti bekerjasama. Oleh karena itu  jelas memerlukan adanya pemimpin, pembagian tugas, dan bidang, serta tata tertib atau tata peraturan. Itulah yang dinamakan organisasi.13 Wujud nyata dari gerakan Muhammadiyah yang paling dapat dirasakan secara langsung secara langsung, baik oleh warga Muhammadiyah sendiri maupun umat islam di nusantara ini pada umumnya, adalah amal usaha sosialnya. Amal usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah itu pada awalnya muncul berkaitan dengan keresahan Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai tokoh sentral gerakan ini, ketika melihat kenyataan kondisi kehidupan sosial yang memperhatinkan. Kenyataan kondisi kehidupan sosial yang sangat memperhatinkan itu antara lain: pertama, ajaran islam dilaksanakan tidak secara murni bersumber al-Quran dan al-Hadist, tetapi bercampur aduk dengan perbuatan syirik, bid’ah, dan khurafat. Kedua, keberadaan lembaga-lembaga pendidikan islam tidak lagi dapat memenuhi tuntunan zaman, akibat terlampau mengisolir diri dari pengaruh luar. Ketiga, keadaan umat yang sangat menyedihkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan kultural, akibat penjajahan.14
C. Tujuan dan Perkembangan Muhammadiyah
       Pada mulanya Muhammadiyah hanyalah sebuah kelompok kecil yang mepunyai misi agak bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan penduduk Indonesia. Namun Muhammadiyah merupakan kelompok yang terdiri dari orang-orang yang peuh pengabdian serta mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi atas tersebarnya apa yang mereka yakini sebagai ajaran yang benar dari Muhammad s.a.w. dan dalam rangka peningkatan kehidupan keagamaan mereka sendiri.15
       Pada masa-masa awal sebelum dan setelah Muhammadiyah  didirikan, Kyai Haji Ahmad Dahlan lebih menekankan usahanya dengan menginsyafkan beberapa
15
Orang keluarganya serta teman-teman sejawatnya di Yogyakarta dengan menyalurkan cara-cara berfikir baru melalui pengajian-pengajian dan ceramah agama.16 Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilihat melalui keterlibatannya dalam organisasi Budi Utomo dan Syarikat Islam (SI).17 Muhammadiyah secara resmi  didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 M, bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan. Para tokoh yang turut menjadi anggota pimpinan Muhammadiyah pada masa berdirinya itu adalah:
1.      Kyai Haji Ahmad Dahlan (Ketua)
2.      Abbdullah Siradj (Sekretaris)
3.      Haji Achmad
4.      Haji Sarkawi
5.      Haji Muhammad
6.      Raden Haji Djaelani
7.      Haji Anies
8.      Haji Muhammad Pakih18
       Pada tanggal 20 Desember 1912 organisasi baru ini mengajukan permohonan badan hukum kepada pemerintahan kolonial Belanda dengan dilengkapi Rancangan Anggaran Dasarnya. Namun pemerintah Belanda belum memberikannya, karena masih merasa keberatan atas territorial yang meliputi Jawa dan Madura yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Dasar itu. Atas nasehat Liefrinck-Resident kolonia Belanda di Yogyakarta  dan Rinkers, seorang penasihat untuk urusan pribumi. Akhirnya Gubernur Jendral Hindia Belanda mengeluarkan Besluit No. 18, tertanggal 22 Agustus 1914 sebagai pengakuan secara legal atas berdirinya Muhammadiyah dengan wilayah operasionalnya terbatas pada residensi Yogyakarta.19
       Setelah Muhammadiyah menerima Besluit tersebut, selanjutnya organisasi itu merumuskan tujuannya sebagai berikut:
1.      Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w kepada penduduk Indonesia di dalam residensi Yogyakarta.
2.      Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.20

16
       Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah memulai gerakannya secara sederhana. Pada mulanya kurang terlihat adanya pembagian kerja dengan tugas dari para pimpinanya yang terdiri dari sembilan orang itu. Menurut Deliar Noer (1991), hal ini disebabkan oleh masih terbatasnya daerah aktifitas yang hanya meliputi Kauman Yogyakarta saja.21  Sampai pada tahun 1917 gerakan Muhammadiyah masih terbatas di kota Yogyakarta saja. Kegiatan yang dilaksanakann masih terbatas   pengajian-pengajian dengan menteri keagamaan dan keorganisasian. Bertepatan menjelang diselenggarakannya Kongres ke-9 Budi Utomo pada tahun 1917, pembenahan administrasipun dimulai untuk menyambut pengembangan Muhammadiyah keluar Yogyakarta.22
       Momentum yang sangat tepat telah diperoleh Muhammadiyah ketika Kyai Haji Ahmad Dahlan mendapat kesempatan untuk ber-tabligh dalam konggres Budi Utomo. Tabligh Kyai Haji Ahmad Dahlan sangat menarik para peserta konggres yang banyak di antara mereka datang dari luar kota Yogyakarta, sehingga kemudian Muhammadiyah banyak menerima permohonan yang datang dari beberapa daerah diJawa untuk mendirikan cabangnya.23 Setelah keluarnya izin pemerintah untuk mendirikan cabang-cabangnya di luar Yogyakarta dan Jawa pada tahun 1921, maka mulailah gerakan tersebut meluas hingga ke Surabaya, Srandakan, Imogiri, Blora, Kepanjen,(cabang-cabangnya berdiri tahun 1921), Solo, Purwokerto, Pekalongan, Pekajangan, Banyuwangi, Jakarta, dan Garut 
(cabang-cabangnya berdiri tahun 1922). Pada tahun 1925 berdiri cabang Muhammadiyah di Kudus dan pada tahun itu juga, Muhammadiyah telah mendirikan cabangnya di Padang Panjang, Sumatera Barat. Hingga tahun 1938 cabang Muhammadiyah telah merata ke seluruh daerah di Hindia – Belanda.24
       Seiring dengan berkembanganya Muhammadiyah secara kelembagaan merata di seluruh daerah Nusantara hingga masa kemerdekaan, dari ide pembaharuan pun turut berkembang pula. Namun antara keduanya semakin memiiki rentan jarak yang makin tidak seimbang. Dengan arti kata bahwa pembaharuan yang dapat diukur dengan menggunakan standar amal praktis kelihatan melaju, sementaraide pembaharuan dalam  bidang pemikiran dipandang mengalami gejala kemandekan. Gejala kemandegan ini diduga muncul dari adanya aspek “rutinitas”, yaitu
17
Keasyikan para pemimpin dalam mengeluti urusan-urusan teknis keseharian organisasi sehingga melengahkan dan mematikan dinamika berfikir serta kreatifitas dalam meresponi persoalan-persoalan mendasar yang terus berkembang.25 Hal ini kelihatannya problem yang sedang dihadapi oleh Muhammadiyah dewasa ini.


Catatan Akhir:
1.      Sekolah ini dinamakan Sekolah Muhammadiyah dan dilaksanakan disebuah (bukan di surau seperti tradisi yang berlaku ketika itu) dengan menggunakan meja dan papan tulis. Di dalamnya diajarkan ilmu-ilmu agama dengan cara baru; huruf latin, ilmu hitung, ilmu bumi, ilmu tubuh  Afghani sampai K.H. Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Persatuan,t.t.) hlm 64.
2.      Lihat Nurcholish Madjid,”Aqidah Islam yang perlu Dikembangkan Sebagai Landasan Pemikiran dan Amal Muhammadiyah dalam Sujarwanto,et.al.,(ed), Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan Sebuah Dialog Intelektual (Yogyakarta: Tiara Wacana,1990).hlm.407.
3.      Misalnya dengan mengubah interpretasi Tasawuf yang biasanya hanya menekankan pada aspek ritual yang bersifat individual dan mengisolasikan diri, diganti oleh Muhammadiyah dengan amalan-amalan positif untuk kepentingan masyarakat. Lihat Mukti Ali, “Muhammadiyah dan Universitasnya Menjelang Abad XXI” dalam M.Rusli Karim (ed), Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Jakarta: Rajawali,1986).hlm. 242.
4.      Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengantar(Jakarta:Rajawali, 1985).hlm.23.
5.      Ibid.hlm.3.Lihat Margaret M. Poloma, Sosiologi Konterporer (Jakarta: Rajawali,1984).hlm.25. Lihat juga Soerjono Sukanto, Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat (Jakarta: Ghalia Indonesia,1984).hlm.6.

18
6.      Seperti yang tercantum dalam pokok pikiran pertama, point ke-6 dari “Penjelasan Tentang Muqaddamah Anggaran Dasar” Muhammadiyah mendasarkan hal ini pada Surat adz-Dzariyat:56, yang artinya:“Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia itu kecuali agar mereka beribadah (menghambakan diri) kepada-Ku”.
7.      Lihat A.W. Praktiknya (penyuting), Islam dan Dakwah; Pergumulan Antara Nilai dan Realitas (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1988).hlm.113.
8.      Lihat “Matan Rumusan Kepribadian Muhammadiyah” dalam H.M. Djindar Tamimy, Penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar dan Kepribadian Muhammadiyah (Yogyakarta: Persatuan,1972).hlm.44.
9.      Ibid.hlm.13.
10.  Ibid.
11.  Tantangan yang dinilai berat, misalnya, konfrontasi Muhammadiyah dengan PKI yang berawal dari tahun 1920-an dan memuncak pada tahun 1924. Misi PKI sudah jelas, di samping bertindak secara konfontatif terhadap pemerintah, PKI juga gerakan anti agama yang sangat membahayakan. Selengkapnya lihat Mitsuo Nakamura, The Crescent Aries Over the Banyan Tree (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993).hlm.64-66.
12.  Lihat “Penjelasan Tentang Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah” dalam H.M. Djindar Tamimy & H. Djarwani Hadkusuma ,Op.Cit.hlm.70.
13.  Lihat H. Djarnawi Hadikusuma, Risalah Islamiyah (Yogyakarta: Persatuan, t.t).hlm.70.
14.  Lihat Amin Rais, et.al., Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial (Yogyakarta:PLP2M,1985).hlm.13.
15.  Ibid. hlm.47.
16.  Aboebakar Atjeh, Salaf (Jakarta: Permata,1970). Hlm.86.
17.  Budi Utomo adalah organisasi pertama yang bercorak nasionalis, berdiri tahun 1908. K.H.A. Dahlan bergabung dengan organisasi ini pada tahun
19
1909. Ia berusaha menyebarluaskan ajaran Islam menurut pahamnya yang baru kepada para anggota Budi Utomo. Atas desakan dua orang anggota organisasi itu, Mas Radji dan Raden Ngabei Sosro Sugondo, K.H.A. Dahlan merelisasikan cita-citanya mendirikan Muhammadiyah. Lihat Deliar Noer,Op. Cit.hlm. 114. Syariat Islam adalah organisasi islam modernis, berdiri di Solo pada tahun 1912. Lihat Deliar Noer, Op. Cit.hlm.115.
18.  Departemen Penerangan RI, Op. Cit.hlm.157. Lihat Alfinan, Op. Cit. hlm. 152. Lihat juga Solichin Salam, Op.Cit.hlm.55.
19.   Alfian, Op. Cit.hlm.153-154.
20.  Ibid. hlm.154. Lihat Solichin Salam, Op. Cit.hlm.58. Lihat juga A. Jainuri, Muhammadiyah Gerakan Reformasi Islam di Jawa pada Awal Abad keduapuluh (Surabaya: Bina Ilmu,1991).hlm.37.
21.  Deliar Noer, Op. Cit.hlm.87
22.  Djarnawi Hadikusumo, Op. Cit.hlm.69.
23.  Deliar Noer, Loc. Cit.88 Djarnawi Hadikusumo, Op. Cit.hlm. 70-71.
24.  Pihak Belanda merasa khawatir terhadap organisasi-organisasi islam.
25.  Azyumardi Azra,’’Dilema Pembaharuan Muhammadiyah’’ dalam Pelopor edisi III, Oktober 1990.hlm.19. Lihat juga A. Syafi’I Ma’arif, Peta Bumi Intelektualisme di Indinesia, (Bandung: Mirzan,1993).hlm.236-237.

                                                                             20
BAB III
KESIMPULAN

       Munculnya gerakan pembaharuan di dunia islam secara umum merupakan pengaruh dari perubahan sosial orang Barat, yang disebabakan oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sementara itu pada saat yang sama kejayaan umat islam yang telah berabab-abab menguasai dunia semakin mundur. Kondisi itu terus berlanjut sehingga bangsa barat dapat menguasai dunia islam. Dalam keadaan semacam ini, muncullah para tokoh pembeharu islam yang berusaha untuk membangkitkan kembali kejayaan islam. Mereka berusaha menyadarkan umat islam agar dapat lepaskan diri dari dominasi Barat dan mengejar ketertinggalan dengan menyesuaikan diri pada kondisi yang ada. Gerakan ini mulai muncul pada awal abad ke-19 M. Dan kemudian dikenal dengan nama “gerakan pembaruan” dalam islam.
       Segera setelah kemunculannya di Jawa Tengah, gerakan pembaruan dalam islam selanjutnya merambah keseluruh penjuru dunia islam yang pada umumnya memiliki nasib serupa, yaitu di bawah dominasi bangsa Barat, termasuk kepulauan Nusantara yang dihuni mayoritas oleh umat islam. Tapi gerakan pembaharuan di kepulauan Nusantara ini baru terlihat secara pesat pada abab ke-20 M, ditandai dengan munculnya berbagai organsasi islam yang bercorak modernis,  seperti Syarikat Islam (SI), Persis, Muhammadiyah.
       Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912 M, oleh K.H.A. Dahlan “seorang tokoh modernis” yang pada dasarnya merupakan reaksi terhadap kehidupan keagamaan yang berimplikasi pada kehidupan sosial ketika itu. Oleh karena itu, maka ide-ide pembaharuan yang disebarkannya ditujukan untuk merubah kondisi kehidupan sosial keagamaan yang didasarkan pada sumber ajaran yang murni “al-Qur’an dan as-Sunnah” dengan pemahaman yang modern, yaitu disesuaikan dengan tuntunan zaman.
       Untuk mengembangkan ide-ide pembaharuannya, Muhammadiyah melaksanakan berbagai gerakan sosial dengan mendirikan berbagai amal usaha, seperti lembaga pendidikan,
21
panti asuhan, rumah sakit, badan usaha perekonomian, dan lain-lain. Melalui berbagai amal usaha sosial ini, Muhammadiyah segera dikenal oleh berbagai lapisan masyarakat, dan semakin banyak anggota sertsosialnya simpatisannya, sehingga amal usaha Muhammadiyah memperoleh kemajuan yang pesat.
       Semua amal usaha Muhammadiyah yang merupakan realisasi dari gerakan sosialnya itu, dimaksudkan untuk mengamalkan perintah Alloh dan itttiba kepada Rasul-Nya. Menurut keyakinan Muhammadiyah, semua amal  usaha itu pada  demikian, maka implikasi paham keagamaannya dalam setiap gerakan sosial intens.
       Paham keagamaan Muhammadiyah yang pada garis besarnya meliputi pesoalan Aqidah, Akhlaq, Ibadah, dan Mu’amalah itu, secara umum masih relevan dan konduksif  terhadap perubahan tuntunan zaman.  Kemungkinan ini terutama dapat dilihat dengan adanya sikap keterbukaan Muhammadiyah terhadap adanya berbagai perkembangandan perubahan baru, serta semangat ijtihadnyayang masih tetap dipertahankan sebagai ciri khas gerakan ini.
       Dalam masalah akhlaq, paham Muhammadiyah sepenuhnya disandarkan kepada ajaran Akhlaq yang bersumber pada al-Qu’an dan as-Sunnah di mana Rasullah sebagai al-uswah dan al-hasanah dengan menolak segala bentuk ajaran Akhlaq hasil pemikiran manusia. Dalam bidang ibadah, Muhammadiyah juga secara ketat merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah secara langsung.
       Tetapi persoalan yang muncul kemudian adalah kesiapan Muhammadiyah sendiri, terutama dari segi sumber manusia yang akan menjadi penggerak utama untuk menghadapi perubahan dan perkembangan.

                                                                             22
BAB IV
PENUTUP

       Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan bapak pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868, inilah yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.
       Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
       Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat
23
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
·         Abd. Salam Arief, MA., Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam: Antara fakta dan  Realitan, Kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut (Yogyakarta: LESFI,2003)
·         Aboebakar Atjeh, Melacak Jejak Ahlus Salaf (Solo: Ramadhani, 1993)
·         Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Aqidah al-Mukmin, Cet. Ke-2 (Kairo: Maktab al-Kulliyyah al-Azhaariyyah,1978)
·         Salam, Yunus (1968). Riwayat Hidup KHA. Dahlan. Amal dan perjuangannya.          Jakarta: Depot Pengadjaran Muhammadijah.
·         Kutojo, Sutrisno, Mardanas Safwan (1991). K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa.
·         Ricklefs, M.C. (1994). A History of Modern Indonesia Since c. 1300, 2nd ed. Stanford: Stanford University Press.
·         Vickers, Adrian (28 Juni 2011). A History of Modern Indonesia. New York: Cambridge University Press.

                                                                        24




4 komentar :

  1. info makalahnya mantab gan, ijin sedot

    BalasHapus
  2. makalah dan MUHAMMADIYAH mantab maksih ya artikelnya telah ku copi buagus sihhhh

    BalasHapus
  3. Hc: Contoh Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah >>>>> Download Now

    >>>>> Download Full

    Hc: Contoh Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah >>>>> Download LINK

    >>>>> Download Now

    Hc: Contoh Makalah Sejarah Berdirinya Muhammadiyah >>>>> Download Full

    >>>>> Download LINK

    BalasHapus

Terima kasih sudah mau berkunjung ke blog dfajarbacktonature,silahkan bagi sahabat blog yang kurang puas dengan postingan, sahabat blog bisa meninggalkan komentar.Untuk sahabat blog yang baik pasti meninggalkan komentar.
Terima kasih.... Happy Blogging :)

 
HC © 2012 | Designed by Canvas Art , in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters